JAKARTA – Kejutan besar sedang dipersiapkan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada bulan ini. Ya, APJII segera merilis hasil survei penetrasi pengguna internet Indonesia terbaru.
Jamalul Izza, Ketua Umum APJII, menjelaskan survei penetrasi pengguna internet Indonesia merupakan agenda tahunan Asosiasi. Survei ini merupakan potret terkini penetrasi pengguna internet termasuk perilaku serta konten atau aplikasi yang populer.
Hasil survei ini bisa digunakan oleh publik, pemerintah, dan dunia usaha yang menginginkan kondisi terkini pengguna internet di Tanah Air. Hasil survei ini juga untuk seluruh anggota APJII supaya memilki data tervaru untuk melihat penetrasi mana yang masih kurang di Indoonesia, untuk membuka peluang bisnis anggota (business opportunity).
“Survei ini akan menggambarkan kedinamisan penetrasi dan perilaku pengguna internet Indonesia sehingga bisa menjadi rujukan bagi seluruh pemangku kepentingan industri internet Indonesia dan industri-industri lain yang memerlukan data terkini pengguna internet Indonesia,” ujar Jamal pada tim Blog APJII.
JAKARTA – Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) meminta pemerintah melakukan transparansi bila ingin merevisi peraturan menteri tentang penggunaan spektrum frekuensi radio berdasarkan izin kelas.
Selain transparansi, proses revisi peraturan menteri ini harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan di industri internet.
Revisi peraturan menteri komunikasi dan informatika ini terkait rencana Kementerian Komunikasi memperketat penggunaan spektrum radio khususnya untuk keperluan Wi-Fi.
“Bila regulasi soal Wi-Fi akan direvisi, harus melibatkan multi stake holders seluruh industri internet Indonesia. Sebab, yang harus dipikirkan adalah free Wi-Fi sudah banyak digunakan dan telah menjadi garda terdepan di daerah-daerah,” kata Jamalul Izza, Ketua Umum APJII, seperti dikutip dari Merdeka.com, Senin (5/10).
Sebelumnya Komisioner Badan Regulasi dan Telekomunikasi Indonesia (BRTI) I Ketut Prihadi Kresna mengatakan, pemerintah akan memperketat kembali penggunaan spektrum radio untuk keperluan Wi-Fi. Rencana ini pada dasarnya bukanlah hal baru. Rencana ini hanya ingin mempertegas pengetatan penggunaan spektrum khusus Wi-Fi.
“Bukan hal baru, tapi lebih kepada penegasan kembali bahwa penggunaan spektrum frekuensi radio di 2,4 GHz dan 5,8 GHz untuk keperluan akses internet (Wi-Fi) wajib dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk ketentuan mengenai standarisasi perangkat yang digunakan dan wajib diregistrasikan perangkat yang akan digunakan,” ujar Ketut.
Menurutnya, penegasan ini semata-mata untuk mencapai keteraturan dan ketertiban penggunaan spektrum frekuensi radio 2,4 GHz dan 5,8 GHz itu. Soalnya sejauh ini masih ada interferensi terhadap penggunaan frekuensi radio lain. Jika masih terjadi interferensi, berarti masih ada sesuatu yang terjadi sehingga aturannya perlu diperketat.
“Pengetatan aturan ini bukan untuk mempersempit cakupan area Wi-Fi. Namun, lebih dibuat lebih teratur saja,” ujarnya.
Secara umum, Ketut menggambarkan saat ini pengguna bisa langsung menggunakan frekuensi radio 2,4 GHz dan 5,8 setelah perangkatnya tersertifikasi. Ke depan akan ada persyaratan tambahan, yakni registrasi perangkat sehingga dapat dicegah interferensi dari penggunaan perangkat yang tidak sesuai. Pengetatan aturan mengenai free WiFi ini akan tercantum dalam revisi peraturan menkominfo RI tentang penggunaan spektrum frekuensi radio berdasarkan izin kelas.
Ketua Umum APJII, Jamalul Izza Mendapat Penghargaan Satyalancana Wira Karya dari Negara / Dok. Kemkominfo TV 2020
JAKARTA, SENIN, 28 September 2020 – Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Jamalul Izza mendapatkan penghargaan Satyalancana Wira Karya dari negara. Penghargaan ini disematkan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate saat peringatan Hari Bakti Postel ke-75.
Menurut Menkominfo, penghargaan yang diberikan ini adalah wujud apresiasi bangsa Indonesia kepada putra bangsa atas sumbangsih besar terhadap sektor pos dan telekomunikasi negeri ini.
“Semoga sektor postel tetap jaya dan terus berkembang untuk mewujudkan akselerasi transformasi digital demi Indonesia Maju!” kata Menteri Johnny.
JAKARTA–Gugatan MNC Grup soal definisi ‘penyiaran’ ke Mahkamah Konstitusi pada Agustus silam membuka kembali perdebatan lawas soal layanan over the top (OTT). Pertanyaan mendasar apakah OTT lawan atau kawan kembali menarik untuk dijawab.
Guna membahas hal tersebut, Sobat Cyber Indonesia menggelar webinar bertajuk ‘OTT: Foe of Friend’ pada 25 September 2020. Ketua Umum APJII Jamalul Izza menjadi salah satu pembicara dalam diskusi tersebut, selain juga sejumlah tokoh penting lainnya seperti Ketua Dewan Pengawas ASKITEL Dian Rachmawan, perwakilan APJATEL John Salim, Direktur Eksekutif ATSI Sutrisman, dan pembicara lain.
Dalam kesempatan tersebut, Jamal menegaskan OTT masuk dalam kategori aplikasi yang menjadi salah satu ekosistem yang menopang tranformasi digital. Selain aplikasi, transformasi digital hanya bisa berjalan baik jika didukung oleh network dan device yang mumpuni.
Kendati demikian, harus diakui keberadaan OTT berpengaruh besar pada infrastruktur jaringan. Catatan APJII menunjukkan pada 2015 hanya ada 30 Gbps trafik di IIX. Angka ini melonjak signifikan menjadi 800 Gbps pada 2020. “Beberapa OTT sudah ada di dalam jaringan OTT ini,” ujarnya
Sejumlah nama besar seperti Alibaba, Akamai, Facebook kini sudah terkoneksi lewat IIX APJII. Dengan demikian, belanja trafik internasional yang selama ini membebani defisit transaksi berjalan akan berkurang. “Ke depan kita ingin Indonesia menjadi hub internet internasional,” tegas Jamal.
Jamal menjelaskan Indonesia menjadi pasar potensial bagi OTT asing. Oleh karena itu tantangan selanjutnya adalah bagaimana membuat para OTT mau menggelontorkan belanja trafik di dalam negeri. Ini seharusnya bisa dimanfaatkan oleh para produsen konten di dalam negeri.
Selain berdampak pada jaringan, OTT juga berpengaruh besar terhadap penggunaan device. Survey APJII menunjukkan saat ini ada 171 juta orang Indonesia yang mengakses internet melalui smartphone. Dari jumlah tersebut 80% di antaranya merupakan pengguna OTT. “Tantangannya adalah mayoritas pengguna teknologi digital menggunakan OOT dari luar,” Jamal menambahkan.
Dengan Average Revenue Per User (ARPU) sekitar Rp116.620, Youtube misalnya bisa meraup Rp17,1 triliun di Indonesia. “Semua pendapatan ini larinya ke luar,” ujar Jamal.
Keberadaan OTT memang sudah menjadi keniscayaan. Oleh karena itu, opsi strategis yang tersedia adalah beradaptasi dan bersinergi dengan OTT tersebut. Sinergi ini bisa berjalan jika kita bisa menerapkan beberapa hal; fair revenue distribution yang menguntungkan semua pihak, level playing field yang setara, dan menjaga kedaulatan data.
Ketua Umum APJII, Jamalul Izza saat menjadi pembicara dalam diskusi virtual yang digelar Sobat Cyber Indonesia / Dok. APJII 2020
JAKARTA – Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Jamalul Izza mengatakan perlindungan data pribadi mutlak diperlukan saat ini. Sebab, pengguna intenet di negeri ini semakin banyak.
Merujuk survei pengguna internet di Indonesia tahun 2018 yang dilakukan APJII, sebanyak 171,17 dari 264,16 juta jiwa penduduk telah mengakses internet. Apalagi di tahun 2019, diprediksikan jumlah pengguna internet akan semakin bertambah.
“Saat ini sudah mencapai 64,8 persen pengguna internet di Indonesia. Sebagai bocoran, hasil survei di tahun 2019 yang akan kita rilis bulan depan, pengguna internet hampir menyentuh angka 80 persen,” ungkap Jamal saat diskusi virtual yang digelar Sobat Cyber Indonesia.
Oleh sebab itu, perangkat hukum yang mengatur perlindung data pribadi sudah semestinya dimiliki. Namun juga harus memikirkan banyak aspek. Jika menilik siapa saja yang membutuhkan keamanan data pribadi, terdapat tiga sisi; pertama, pemilik data; kedua, pengendali data pribadi; dan ketiga, pemroses data.